Sabtu, 21 Juli 2007

Simposium Kepala Sekolah Tahun 2004

MEMBANGUN SINERGI, MEMBERDAYAKAN POTENSI DALAM MENATA SEKOLAH “SERIUS”
** Pengalaman Melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah.**

Herman Retnandar
Kepala Sekolah
SMA YAYASAN PUPUK KALTIM
BONTANG


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah.
Ketika satu tahun pelajaran berakhir, pertanyaan yang selalu diajukan kepada penyelenggara pendidikan tingkat SMA adalah; (1) Berapa prosentase siswa yang lulus?; (2) Berapa capaian nilai ujian akhir murni dan (3) Berapa jumlah lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri (favorit)?. Adalah sangat jarang yang menanyakan sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi-materi yang dipelajarinya?, atau bagaimana perubahan sikap dan perilaku siswa selama proses pembelajaran? Juga jarang yang bertanya bagaimana korelasi antara input siswa dengan output yang dihasilkan.
Lebih parah lagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adakalanya tidak pernah dikaitkan dengan bagaimana kondisi-kondisi ideal yang seharusnya ada untuk terselenggaranya proses belajar mengajar yang baik. Meskipun setiap pelaku pendidikan bersepakat dengan paradigma lama bahwa pendidikan harus melibatkan Input – Proses – Output, faktanya keberhasilan sekolah hanya dipandang dari hasil akhirnya saja. Oleh karena itu, demi mengejar hal tersebut segenap energi harus diarahkan kesana. Sekolah bagaikan sebuah proses produksi. Murid dijadikan sebagai raw input dalam suatu pabrik, sedangkan guru, kurikulum dan fasilitas pembelajaran menjadi instrumental input. Bila raw input dan instrumental input baik, maka akan menimbulkan proses yang baik hingga pada akhirnya akan menghasilkan output yang baik pula.
Kondisi-kondisi seperti tersebut di atas hampir pasti akan ditemukan di banyak sekolah termasuk SMA YPK yang kami kelola. Sebagai sekolah yang didirikan sebuah perusahaan, SMA YPK mengemban misi sebagai substitusi SMA-SMA favorit di pulau Jawa. Padahal bila dibandingkan, kondisi-kondisi ideal untuk menjadi sebuah sekolah unggulan tidak sama. Input murid kami sangat heterogen dan penerimaan tanpa tes masuk. Fasilitas pembelajaran tidak terlalu lengkap akibat letak sekolah yang jauh dari pusat kota. Selain itu, kemampuan guru sangat beragam dan bukan merupakan hasil pilihan.
Mengutip cita-cita pendiri Yayasan, SMA YPK harus dijadikan sekolah “serius”. Bukan sekolah unggulan maupun favorit, kami hanya ditugasi untuk menyelenggarakan pendidikan sebaik-baiknya dan dikelola secara professional. Menjawab tantangan tersebut, maka langkah penting yang tak henti-hentinya kami lakukan adalah; (1) meningkatkan kompetensi guru dan karyawan, (2) melengkapi sarana dan prasarana, dan (3) membangun sinergi dengan dunia luar.

B. Permasalahan
Dari paparan latar belakang masalah di depan dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut;
1. Bagaimana upaya yang dilakukan sekolah untuk menjadikan sekolah serius?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan upaya mencapai terselenggaranya sekolah serius?
3. Bagaimana partisipasi warga sekolah tehadap upaya-upaya tersebut?

C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini dipaparkan dengan tujuan untuk berbagi pengalaman dalam mengelola penyelenggaraan sekolah-sekolah spesifik, agar hal-hal yang positif dapat dikembangkan di sekolah lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH


A. Manajemen Berbasis Sekolah
Paradigma baru pendidikan menghendaki adanya desentralisasi penyelenggaraan pendidikan sampai ke tingkat sekolah. Aplikasinya menempatkan sekolah sebagai unit utama peningkatan mutu pendidikan. Sekolah bersama pihak-pihak terkait (stakeholder) bersama-sama merancang dan menjalankan program-program penyelenggaraan pendidikan secara otonom. Model pengelolaan seperti ini dikenal sebagai manajemen berbasis sekolah (MBS). Dipilihnya MBS karena diyakini model ini akan mempermudah pencapaian tujuan pendidikan karena dipandang paling mengetahui kondisi riil di sekolah-sekolah (lapangan).
Ciri-ciri MBS adalah adanya otonomi yang kuat pada tingkat sekolah, peran aktif masyarakat dalam pendidikan, proses pengambilan keputusan yang demokratis dan berkeadilan, menjunjung tinggi akuntabilitas dan transparansi setiap kegiatan pendidikan.[1][1] Bila MBS dijalankan, langkah pertama yang harus dicanangkan adalah menyusun suatu visi mengenai outcomes (hasil) yang diharapkan, terutama berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidikan dan prestasi siswa, serta suatu visi mengenai restrukturisasi sistem pendidikan.[2][2]
Implemetasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut[3][3]:
1. Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal yaitu dimilikinya kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan yang berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap orang yang berhasil.
2. Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruksional serta non-instruksional.
3. Ketiga, adanya kepemimpinan kepala sekolah yang mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumberdaya sekolah secara efektif.
4. Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif.
5. Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggungjawabnya secara sungguh-sungguh.
6. Keenam, adanya guidelines dari Departemen terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang mengekang dan membelenggu sekolah.
7. Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban setiap tahunnya.
8. Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.
9. Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.

B. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMA YPK
Penerapan MBS di setiap sekolah pasti berbeda sesuai dengan kondisi riil setempat, begitupun yang berlaku di SMA YPK. Kondisi riil penyelenggaraan pendidikan bila dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari pendirian sekolah-sekolah di bawah binaan yayasan adalah; (1) input siswa yang sangat heterogen, (2) proses pembelajaran, menyangkut kualifikasi sumber daya manusia dan keterbatasan sarana parasana serta (3) harapan agar menghasilkan lulusan terbaik dan prosentasi diterima di PTN favorit yang tinggi (output).
1. Penanganan Input Siswa Heterogen
Misi utama dari pendirian sekolah-sekolah di lingkungan Yayasan Pupuk Kaltim adalah untuk mendidik putra-putri karyawan. Bagaimanapun kondisi anak karyawan harus diterima tanpa dipilih atau dites kemampuannya. Dan pengalaman membuktikan bahwa selama hampir 20 tahun sekolah ini berdiri, kondisi-kondisi itu tidak pernah mengalami perubahan sedikitpun.

gambar. Suasana belajar di kelas akselerasi
Menangani kondisi siswa yang memiliki kemampuan beragam ini, SMA YPK memberanikan diri untuk memberikan layanan antara lain; (1) kelas akselerasi bagi siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, (2) pemberlakuan remedial bagi siswa yang lambat belajar dan (3) pembelajaran standar tanpa pengelompokan bagi siswa lainnya.
Satu mekanisme yang sedikit membantu dalam menangani kesulitan penanganan akibat tingkat heterogenitas yang tinggi adalah adanya aturan tak tertulis dari Yayasan yang menghasruskan pindah sekolah bagi siswa yang tidak naik kelas selama 2 (dua) kali berturut-turut. Aturan seperti ini cukup menguntungkan bagi tingkat sekolah teratas (SMA YPK), karena biasanya hal tersebut sangat jarang sekali ditemui (tersaring dengan sendirinya).
2. Penyelenggaraan Proses Belajar Mengajar
Hal yang terkait dengan proses belajar mengajar adalah sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta sistem pembelajaran.
a. Pembinaan Sumber Daya Manusia
Sebagai unit sekolah yang berada di bawah kendali Yayasan, SMA YPK tidak memiliki wewenang untuk menentukan kualifikasi guru dan tenaga lainnya. Setiap guru dan karyawan yang ditugaskan ke SMA harus diterima dan diberikan beban kerja yang sama. Atas kondisi ini, maka komposisi guru dan karyawanpun menjadi beragam baik dalam pengalaman maupun kemampuan. Ada yang sudah sangat senior (masa kerja > 10 tahun), ada yang menengah (s.d 10 tahun) bahkan ada yang masih relatif baru (di bawah 1 tahun).
Menyadari keberagaman pengalaman dan kualitas, adalah tugas yang tidak mudah bagi seorang Kepala Sekolah untuk bisa menyatukan potensi positif agar mencapai tujuan yang sama. Langkah-langkah yang selama ini dilakukan dan kami pandang cukup berhasil untuk mempersiapkan SDM yang handal adalah;
1). Konsolidasi ketenagaan
Penyadaran bahwa SMA YPK membawa misi substitusi SMA-SMA favorit di pulau Jawa menjadi faktor penyemangat untuk bekerja keras. Kami manfaatkan guru-guru senior untuk berbagi pengalaman kepada para juniornya lewat keteladanan dan pembimbingan. Sementara di pihak lainnya, kami manfaatkan semangat dan mobilitas guru-guru muda untuk menggerakkan inovasi-inovasi pembelajaran dan pembinaan kesiswaan. Kerjasama yang solid ini terus menerus kami bangun dan pertahankan hingga saat ini. Hasilnya, meskipun setiap tahun ada mutasi (keluar-masuk), tim yang kokoh tetap bertahan.
2). Pendelegasian wewenang dan kaderisasi
Dalam struktur jabatan yang resmi diberlakukan Yayasan, setiap sekolah dipimpin oleh Kepala Sekolah yang dibantu oleh 3 (tiga) Wakil Kepala Sekolah; Kurikulum, Kesiswaan dan Sarana. Kemudian SMA YPK membuat kebijakan membuat personel tambahan di bawah Wakasek yaitu Koordinator-koordinator.
Para koordinator itu antara lain; koordinator kurikulum, kesiswaan, ekstrakurikuler, kedisiplinan, sarana dan tenaga serta kesejahteraan. Mereka dipilih dari beberapa guru yang dipandang memiliki kemampuan manajerial dalam bidang-bidang tersebut.
Keuntungan dari pemberlakuan sistem ini adalah;
a). membantu tugas wakil kepala sekolah dalam menangani suatu tugas tertentu.
b). Pekerjaan-pekerjaan tertentu menjadi lebih detil dan dilakukan secara lebih professional.
c). Sebagai sarana pelatihan dan kaderisasi jabatan bagi guru.
3). Pelatihan, magang dan kaji banding
Setiap ada kebijakan baru di bidang pendidikan, terutama pemberlakuan kurikulum baru, program khusus (misalnya CBSA, akselerasi, broadbase education-life skill, teknologi informasi, dll.), dan sejenisnya, Yayasan senantiasa proaktif untuk mengajukan sekolah-sekolah binaannya (termasuk SMA) untuk mengadakan piloting.
Kerapkali saat program-program ini dilaksanakan para pelaksana di lapangan memerlukan pelatihan-pelatihan, training atau pembimbingan. Karena keterbatasan informasi, maka Yayasan secara mandiri mengundang nara sumber untuk mengadakan pelatihan/training di sekolah atau mengirimkan para guru dan karyawannya untuk magang dan kaji banding di sekolah-sekolah yang ditunjuk resmi oleh pemerintah. Hasil dari program ini selanjutnya akan di-diseminasi dan disosialisasikan kepada guru atau karyawan yang belum mendapatkan kegiatan serupa.

b. Pengembangan Sarana dan Prasarana
Tak dapat dipungkiri bahwa metode pembelajaran efektif memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Apalagi di era pembelajaran multimedia seperti saat ini, kehadiran perangkat multimedia berbasis teknologi informasi menjadi sebuah keharusan. Langkah-langkah yang telah dan akan kami lakukan sehubungan dengan pengembangan sarana dan prasarana adalah; (1) melengkapi buku pegangan dan referensi bagi guru, (2) komputerisasi administrasi sekolah, (3) penataan laboratorium computer dan internet, (4) penataan laboratorium-laboratorium IPA, (5) penataan laboratorium bahasa, (6) penataan ruang multimedia, (7) penataan dan melengkapi koleksi perpustakaan dan (8) membangun jaringan local (LAN)

gambar. Sarana belajar berbasis TI
Dana bagi pengadaan sarana dan prasarana didapat dari berbagai sumber antara lain; hibah PT. Pupuk Kaltim sebagai pendiri Yayasan/sekolah, pengadaan dari Yayasan melalui Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan Yayasan, Block Grant dari Depdiknas, dan bantuan dari pihak lain yang dimintakan pada saat penerimaan siswa baru (PSB) melalui Komite Sekolah. Pengadaan sarana tersebut berlangsung secara bertahap sesuai kebutuhan dan hingga saat ini.

gambar. Laboratorium dan perpustakaan

3. Mencapai Hasil (Output) Yang Memuaskan.
Tolok ukur keberhasilan pendidikan di SMA sampai saat ini ada 2 (dua) hal yakni lulus dengan nilai ujian akhir memuaskan serta prosentase diterima di PTN tinggi.
a. Hasil Kelulusan
Untuk mencapai hasil kelulusan dengan nilai ujian negara yang baik dilakukan usaha yang berkesinambungan sejak siswa duduk di kelas I (satu). Asumsi yang kami kemukakan adalah; bila siswa dibekali materi yang cukup sejak dini maka mereka tidak akan kesulitan dalam menghadapi ujian akhir nasional bahkan untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi.

gambar. Suasana Bimbel dan try out
Kemudian pada kelas akhir (kelas III), para siswa dibekali dengan pelatihan intensif untuk menyelesaikan soal ujian akhir nasional melalui tambahan pelajaran, uji coba (try out) dan bimbingan belajar intensif menjelang ujian. Pembiayaan yang timbul untuk kegiatan ini ditanggung bersama oleh orang tua murid, Yayasan dan perusahaaan.
Sampai dengan saat ini, kegiatan-kegiatan seperti ini selalu menghasilkan kelulusan 100% serta pencapaian nilai ujian nasional yang cukup memuaskan sehingga selalu menempatkan SMA YPK di posisi 5 besar terbaik di Kalimantan Timur.
b. Diterima masuk PTN
Jalur masuk PTN secara umum ada 2 (dua) yaitu jalur tes dan non tes. Jalur tes yang berlaku saat ini dinamakan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, sedangkan jalur non tes sangat beragam model dan cara seleksinya. Sejak alumni pertama diluluskan sampai dengan saat ini, SMA YPK berhasil menempatkan lulusannya di PTN-PTN ternama antara 30% s.d 70%.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut antara lain;
1) Pelajaran tambahan, uji coba (try out) dan bimbingan belajar intensif.
2) Penelusuran Minat dan Bakat melalui Bimbingan Konseling serta membentuk sistem guru pamong untuk mengadakan konsultasi siswa (konsis) dalam pemilihan PTN dan jurusannya.
3) Hubungan kerjasama dengan PTN untuk membangun kemitraan. Sampai dengan saat ini yang sudah terjalin adalah dengan UGM, ITB, ITS, UNDIP, UNHAS, UNMUL, UNLAM.

gambar. Kerjasama dengan ITB dan UNS
4) Memperkenalkan kehidupan dunia PTN dengan mengundang perwakilan dari PTN untuk memperkenalkan profil PTN pada siswa kelas III, disamping mengadakan studi wisata kunjungan kampus pada siswa kelas II (dua).
Selain dengan usaha sendiri upaya ini juga terbantu oleh adanya beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta, baik dalam maupun luar negeri yang datang ke sekolah untuk mempromosikan institusi mereka. PTN yang sudah dating dan mengadakan MOU antara lain; UGM, UNDIP, UNPAD, ITS, ITB, UM, UNHAS dan UNMUL. PTS antara lain PETRA, Widya Mandala, STIKOM dan UBAYA. Sedang yang dating dari luar negeri ada INTI Colege Sabah dan CURTIN Kuching.


C. Hasil-hasil yang dicapai dari Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMA YPK
1. Tabel perolehan NEM

Tahun
A1 (Fisika) A2 (Biologi) A3 (Sosial)
Max Min Avg Max Min Avg Max Min Avg
1988/1989 51.89 40.55 45.15 41.67 35.05 37.15 45.60 36.74 40.27
1989/1990 54.02 54.02 54.02 47.24 39.23 42.43 51.58 40.02 44.69
1990/1991 45.29 35.34 40.70 38.47 38.45 38.46 53.65 37.91 45.30
1991/1992 57.02 38.93 49.28 48.42 42.87 45.67 55.18 41.62 46.79
1992/1993
60.58
46.20
51.50
51.37
44.59
47.01
52.80
40.31
48.29
1993/1994
58.51
40.78
49.49
-
-
-
57.49
41.31
48.49
1994/1995
61.42
47.68
52.60
46.07
43.98
44.99
58.35
43.68
51.52
1995/1996
58.07
48.11
51.62
56.62
42.14
48.95
52.76
39.34
46.83










TAHUN
IPA
IPS



MAX
MIN
AVG
MAX
MIN
AVG



1996/1997
61.62
48.85
55.35
68.41
50.35
58.96



1997/1998
52.70
39.84
47.27
56.11
41.29
47.86



1998/1999
54.06
37.61
45.33
53.22
32.72
43.88



1999/2000
58.43
33.73
43.93
57.23
32.47
44.49



2000/2001
56.31
36.67
46.65
44.67
32.03
38.70



2001/2002
59.41
34.06
44.76
45.44
34.04
38.09



2002/2003
90,10
71.54
77.8
80.04
69.23
73.99



2003/2004
82.23
62.92
72.73
79.10
64.77
72,22




2. Siswa yang lolos PTN
No.
Tahun
Jumlah Siswa
Jumlah Pendaftar
Jmlah Yang Diterima
Prosentase
1
1989
23
20
11
55%
2
1990
18
15
9
60%
3
1991
30
21
9
43%
4
1992
41
41
14
34%
5
1993
24
22
8
36%
6
1994
36
32
17
53%
7
1995
29
26
15
58%
8
1996
31
29
10
34%
9
1997
50
50
30
60%
10
1998
43
43
30
70%
11
1999
63
62
36
58%
12
2000
73
60
37
62%
13
2001
91
89
70
79%
14
2002
95
92
71
77%
15
2003
107
107
60
56%
16
2004
145
144
77
53%
[1][1] Nurkolis, Pendidikan Network: “Strategi Sukses Implementasi MBS”, 22 Januari 2002
[2][2] Ibtisam Abu-duhou, School-based Management, 2003, p.133
[3][3] Nurkolis, Ibid

Tidak ada komentar: